Dalam dunia politik, komunikasi yang efektif menjadi kunci untuk membangun hubungan yang kokoh antara calon pemimpin dan masyarakat. Namun, fenomena slip of the tongue —yang sering dianggap sebagai kesalahan verbal sepele— ternyata mencerminkan lebih dari sekadar kelalaian. Kesalahan ini menunjukkan pentingnya ketelitian dalam menyampaikan pesan, terutama saat tuntutan dan harapan masyarakat semakin tinggi.
Slip of the tongue seringkali muncul dalam momen kampanye, terutama ketika para kandidat berbicara di depan umum. Beberapa pernyataan yang tidak tepat tak jarang mendapat kritik tajam dari publik.
Misalnya, calon Bupati Nganjuk, Jawa Timur, Ita Triwibawati, pernah membuat pernyataan “inovatif” mengenai “mengubah padi menjadi beras” — suatu proses yang sudah lazim diketahui. Begitu pula dengan calon Wakil Bupati Tangerang, Irvansyah, yang salah menyebut “peningkatan inflasi” sebagai solusi keseimbangan fiskal, padahal yang dimaksud seharusnya adalah pengendalian inflasi.
Tidak kalah menarik, calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Suswono, mengemukakan ide kontroversial tentang “janda kaya menikahi pemuda pengangguran,” yang memicu reaksi beragam. Selain itu, Wakil Presiden Gibran dalam kampanye Pilpres 2024 juga mengalami kesalahan serupa dengan menyebut asam sulfat sebagai zat penting bagi ibu hamil, padahal yang dimaksud adalah asam folat. Kesalahan ini menjadi bahan perbincangan di ruang publik.
Penelitian tentang Slip of the Tongue dalam Komunikasi Politik
Penelitian oleh Fitriana (2018) mengungkapkan bahwa slip of the tongue sering terjadi dalam wawancara formal para pejabat di Indonesia. Kesalahan ini umumnya terjadi pada aspek semantik dan preservasi, yang merupakan bagian dari proses penyusunan pesan.
Fenomena ini menunjukkan pentingnya komunikasi yang tepat dalam politik. Kesalahan kecil yang tampak sepele, namun berpotensi menunjukkan kurangnya pemahaman atas isu-isu publik, dapat mengurangi kredibilitas kandidat di mata pemilih.
Meskipun slip of the tongue adalah kesalahan verbal, dalam politik, hal ini bisa menjadi cerminan dari persiapan atau pemahaman seorang kandidat terhadap isu yang mereka wakili. Di era keterbukaan informasi saat ini, setiap pernyataan dari seorang pemimpin memiliki dampak besar, sehingga ketelitian dalam berkomunikasi menjadi hal yang sangat penting.
Dalam jurnal PROJECT (Professional Journal of English Education) berjudul Slip of the Tongue in Barack Obama Interview at The Axe Files oleh Siti Zulaiha dan Rohmani Nur Indah, berbagai penelitian menunjukkan bahwa faktor usia dan latar belakang pendidikan berpengaruh pada kecenderungan seseorang melakukan slip of the tongue. Altiparmak & Karuoglu (2014) mengonfirmasi bahwa semakin tua usia seseorang, semakin besar kemungkinan terjadi kesalahan semacam ini dalam komunikasi lisan.
Fenomena Slip of the Tongue dalam Politik Internasional
Fenomena slip of the tongue juga terjadi di panggung politik internasional. Contohnya, Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, seringkali salah dalam menyebut nama atau posisi tokoh. Pada 12 Juli 2024, Biden secara keliru menyebut Wakil Presiden Kamala Harris sebagai “Wakil Presiden Trump” dalam konferensi pers, dan pada hari yang sama, ia secara tidak sengaja memperkenalkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebagai “Presiden Putin.”
Akibat dari kesalahan-kesalahan ini, Biden menghadapi penurunan kepercayaan publik, yang menimbulkan keraguan apakah ia mampu bertahan dalam kompetisi politik yang menuntut konsentrasi tinggi. Banyak pihak bahkan menganggap usia yang semakin lanjut menjadi tantangan bagi Biden dalam menghadapi dinamika politik yang kompleks dan cepat berubah.
Pembelajaran dari Kesalahan Komunikasi di Dunia Politik
Slip of the tongue memang bisa terjadi pada siapa saja, namun sangat penting bagi para pemimpin dan calon pemimpin untuk menyadari kesalahan mereka dan mengoreksi pernyataan yang tidak akurat agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Selain itu, membangun diskusi yang lebih fokus pada isu-isu penting bagi masyarakat jauh lebih baik daripada terlalu berfokus pada kesalahan kecil.
Ketelitian dalam komunikasi politik sangatlah penting. Para calon pemimpin harus memahami bahwa komunikasi yang jelas sangat memengaruhi persepsi publik. Setiap ucapan dalam pidato atau wawancara publik harus dipikirkan matang-matang karena sekecil apapun kesalahan dapat digunakan oleh pihak lain untuk menimbulkan keraguan di kalangan pemilih.
Meski demikian, slip of the tongue juga bisa menjadi momen untuk menunjukkan kejujuran. Para pemimpin yang mau mengakui dan memperbaiki kesalahan mereka menunjukkan integritas dan kemampuan untuk belajar dari pengalaman. Dalam dunia politik yang dinamis, kemampuan beradaptasi dan mengelola komunikasi dengan tepat sangatlah penting.
Slip of the tongue bukan hanya kesalahan verbal sederhana. Ia menunjukkan perlunya ketelitian dalam berkomunikasi, terutama di ranah politik yang penuh tantangan. Dengan berkomunikasi secara jelas dan berhati-hati, calon pemimpin dapat membangun kepercayaan masyarakat dan menciptakan dialog yang produktif.
Ketelitian dalam komunikasi tidak hanya penting untuk menjaga kredibilitas, tetapi juga untuk menunjukkan komitmen yang tulus terhadap kesejahteraan rakyat yang diwakili.